Selasa, 29 Januari 2013

CARA MENGGEMUKKAN BADAN

WWW.GUNADARMA.AC.ID





Memiliki badan gemuk adalah idaman orang yang kurus. Bagi mereka yang ingin menambah berat badan, berikut beberapa cara cepat menggemukkan badan secara alami :
1. Olahraga
Dengan olahraga tubuh akan menjadi sehat, sehingga fungsi tubuh pun akan baik. Usahakan setidaknya dalam satu minggu minimal olah raga sekali. Dengan bentuk olah raga yang dapat membuat anda setidaknya berkeringat.
2. Minum susu
Susu selain sehat juga dapat menggemukkan badan anda, khususnya susu full cream. Disarankan untuk minum susu jenis full cream dua kali sehari.
3. Kunyah makanan
Saat makanan di dalam mulut maka kunyahlah sampai halus. Hal ini dilakukan untuk mempermudah kerja lambung. Apalagi makan-makanan yang sulit dicerna. Karena selain di mulut tidak ada lagi gigi di tempa tlain.
4. Makan dengan teratur
Setiap hari makanlah dengan teratur. Selalu sarapan di pagi hari, makan siang tepat waktu kemudian makan malam. Dan di antaranya dapat diselingi makanan tertentu.
5. Jenis makanan
Jenis makanan yang anda makan sesuaikan dengan aktivitas anda. Jika anda seorang yang banyak bergerak maka makanlah yang banyak mengandung karbohidrat atau lemak. Karena jika kelebihan, maka karbohidrat dan lemak akan ditimbun. Berbeda dengan protein yang tidak akan ditimbun tubuh.
6. Tidur yang cukup.
Tubuh kita minimal butuh waktu 8 jam untuk istirahat. Usahakan untuk selalu tidur siang.
7. Kurangi merokok dan begadang.
Apabila kamu merokok, maka kurangi hal tersebut, dan apabila kamu sering begadang maka hilangkan kebiasaan itu.
8. Jika memungkinkan, konsumsi putih telur satu kali sehari.
9. Periksa kesehatan anda
Jika anda pernah gemuk dan kemudian kurus coba cek kesehatan anda. Jika bukan karena penyakit maka setidaknya dengan tips
cara cepat menggemukkan badan ini anda sudah ada perubahan dalam waktu satu bulan.

Faktor yang mempengaruhi berat badan
1. Faktor genetika. Jika kedua orang tua dan saudara memang memiliki masalah yang sama yaitu susah gemuk, maka kemungkinan besar anda memang kurus secara genetika.
2. Ada masalah metabolisme tubuh, misalnya adanya gangguan pada sistem penyerapan (absorpsi) nutrisi di saluran pencernaan. Atau bahkan mungkin ada masalah di sistem pencernaan. Jika anda termasuk orang yang sering mengalami gangguan pencernaan (sering sembelit, sering diare, atau sering merasa nyeri di perut) ada baiknya anda berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam (internist) untuk memastikan apakah benar ada gangguan pada tubuh Anda.
**Dari berbagai sumber
DARI sekian banyak cara yang dilakukan untuk berdiet, tercatat hanya 10 persen orang di dunia yang justru ingin berat badannya bertambah.
Sebagian besar orang berdiet karena merasa tubuhnya mudah gemuk, sebagian kecilnya justru merasa kesulitan menambah berat badan. Jika Anda salah satu dari 10 persen ini, berikut tips yang bisa Anda coba.
1.    Tetapkan target
Sebelum Anda menjalankan program penggemukan tubuh, pertama-tama Anda harus menetapkan berapa berat badan yang Anda inginkan Pastikan target Anda masih dalam batas normal agar tidak mengarah pada obesitas.
2.    Perhatikan rumus
Menambah berat badan juga ada rumusnya, lho. 70-20-10 merupakan angka keramat bagi Anda yang ingin meningkatkan berat badan. Angka ini mewakili komposisi makanan yang harus Anda santap, yaitu 70% protein tanpa lemak, 20% kalori dari karbohidrat, dan 10% (atau kurang) lemak sehat. Menghitung jumlah kalori dalam makanan juga tidak hanya dilakukan orang-orang yang sedang berdiet. Untuk menambah bobot tubuh, pastikan kalori yang masuk dalam tubuh lebih besar dari kalori yang dipangkas lewat kegiatan sehari-hari.
3.    Pola makan sehat
Menambah berat badan bukan berarti Anda bebas menyantap apapun dan kapanpun. Anda juga harus terus memperhatikan kesehatan dengan menghindari makanan dengan lemak jenuh atau saturated fats. Jika target Anda tidak terpenuhi dan berat badan justru semakin berkurang, periksakan diri Anda ke dokter untuk memastikan tidak ada gangguan kesehatan.
4.    Jus buah
Jika orang yang berdiet disarankan meminum jus dari satu jenis buah, maka Anda yang menambah berat badan sebaiknya mengonsumsi jus yang terbuat dari bermacam-macam buah. Hasilnya, tubuh semakin berisi tapi tetap sehat.
5.    Hindari minum sebelum makan
Minum sebelum makan membuat perut cepat kenyang walau hanya makan sedikit.
6.    Berhenti merokok
Jika diperhatikan, mayoritas perokok aktif memiliki tubuh yang langsing. Ini disebabkan zat-zat kimia dalam rokok dapat menekan selera makan. Maka tak heran jika banyak yang memilih untuk tidak makan ketimbang puasa merokok.
7.    Ngemil sebelum tidur
Metabolisme tubuh menurun saat kita tidur. Menyantap cemilan bernutrisi sebelum tidur menjadi cara termudah untuk menambah berat badan, karena tubuh mencerna makanan dengan lebih lambat.

1. Lebih sering makan
Dengan makan lebih sering maka akan semakin banyak kalori yang masuk ke tubuh anda. Daripada sekali makan dengan porsi besar lebih baik makan dengan porsi kecil 2 kali.

2. Pola makan sehat
Menambah berat badan bukan berarti Anda bebas menyantap apapun dan kapanpun. Anda juga harus terus memperhatikan kesehatan dengan menghindari makanan dengan lemak jenuh atau saturated fats. Jika target Anda tidak terpenuhi dan berat badan justru semakin berkurang, periksakan diri Anda ke dokter untuk memastikan tidak ada gangguan kesehatan.

3. Minum Jus buah

Jika orang yang berdiet disarankan meminum jus dari satu jenis buah, maka Anda yang menambah berat badan sebaiknya mengonsumsi jus yang terbuat dari bermacam-macam buah. Hasilnya, tubuh semakin berisi tapi tetap sehat.

4. Minum yang banyak
Air minum akan membantu anda memperbaiki sistem pencernaan Anda. namun perlu anda ingat anda harus menghindari minum sebelum makan karena minum air sebelum makan bisa membuat anda cepat merasa kenyang dan kehilangan nafsu makan.

5. Ngemil sebelum tidur
Metabolisme tubuh menurun saat kita tidur. Menyantap cemilan bernutrisi sebelum tidur menjadi cara termudah untuk menambah berat badan, karena tubuh mencerna makanan dengan lebih lambat.

6. Berdoa dan Hindari Stress

MESIN PEMINDAH BAHAN

WWW.GUNADARMA.AC.ID


Mesin Pemindah Bahan
(Material Handling equipment)


Mesin pemindah bahan dibagi menjadi tiga jenis macam alat pemindah
1.      Peralatan Pengangkut (CONFEYOR)
1.1              Confeyor Belt
1.2              Confeyor Bucket
1.3              Confeyor Screw
1.4              Confeyor Pneumatik
2.      Peralatan Pengangkat
2.1              Mesin Pengangkat
2.2              Crane
2.3              Elevator
3.      Peralatan Permukaan dan Overhead
3.1              Traktor
3.2              Buldozer
3.3              Excavator
3.4              Compactor (alat pemadat)

Confeyor Belt

Confeyor  Belt adalah mesin pemindah bahan yang menggunakan sabuk karet yg tidak mempunyai ujung (menyambung).
Confeyor Belt terdiri atas beberapa lapisan yang diperkeras oleh serat baja (fiber steel) & kawat ataupun kawat baja untuk menghasilkan kekuatan pada belt, confeyor belt dapat digunakan untuk memindahkan muatan satuan (unit load) atau muatan cura (bulk load).
Confeyor Belt dapat dibedakan  menjadi dua macam menurut kegunaannya yaitu :
1.      Stasionary Confeyor
2.      Portable Confeyor
Berdasarkan lintas gerak confeyor belt dapat dibedakan menjadi :
1.      Horizontal
2.      Inklinasi
3.      Kombinasi antara horizontal dan inklinasi
Berdasarkan system pulli penggerak dan metode pengencang confetor belt dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1.      Pengencang Atas
2.      Pengencang Bawah
3.      Pengencang Samping
4.      Penggerak Tandem
Aspek Ekonomis
Dari penggunaan confeyor belt adalah menghemat biaya, waktu dan tentunya tenaga. Contohnya saja bisa kita lihat pada perbandingan antara confeyor belt dan dump truck, keduanya mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk memindahkan suatu muatan ke tempat lain di sebuah industri mauoun pertambangan.
Dari penggunaan cconfeyor belt biaya yang dikeluarkan adalah meliputi
1.      Biaya pemasangan system
2.      Biaya pemeliharaan, perbaikan dan penggantian spare part confeyor belt
3.      Biaya energi listrik (bahan bakar)
Sedangkan dari penggunaan dump truck biaya yg dikeluarkan meliputi
1.      Biaya pembangunan dam pemeliharaan jalan
2.      Biaya operasional dan kepemilikan
3.      Biaya perbaikan dan pemeliharaan kendaraan
4.      Biaya bahan bakar dan tenaga kerja
Dari kedua perbandingan diatas dapat kita lihat bahwa penggunaan confetor belt lebih efisien, mudah, murah dan lebih cepat dibandingkan menggunakan dump truck.
Tetepi dalam penggunaan confeyor belt pemeliharaan confeyor harus sangat diperhatikan karena alat ini bergerak terus menerus selama proses produksi, berbeda dengan dump truck yang berhenti saat menaikan atau menurunkan muatan.

Confeyor Bucket

Confeyor Bucket adalah alat yg verfungsi untuk menaikkan atau menurunkan muatan curah (bulk loads) secara vertikal atau dengan kemiringan lebih dari 70 dari bidang datar.
Confeyor Bucket khusus digunakan untuk mengangkut janis material yang terdiri dari
1.      Serbuk
2.      Butiran butiran kecil
3.      Bongkahan dll
Confeyor Bucket terdiri atas :
1.      puli (sproket penggerak)
2.      take-up (pengencang)
3.      casing
4.      transmisi penggerak
5.      bucket (wadah untuk menampung bahan)
cara kerja confeyor bucket adalah material yang akan di angkut masuk ke dalam corong pengisi pada bagian bawah confeyor, lalu material curah  di tangkap oleh bucket yang bergerak naik turun. Kemudian dari bucket dibawa ke atas, setelah sampai di atas material dikeluarkan melalui discharge spout.
Berikut ini adalah jenis-jenis Confeyor Bucket yang sering digunakan di industri ataupun di pertambangan :
1.      deep bucket
2.      shallow bucket
3.      v-type bucket
Kegunaan dari ketiganya pun sangat beragam.
Contohnya saja deep bucket di gunakan untuk mengangkut bahan yang kering, shallow bucket  di gunakan untuk mengangkut muatan yang mengandung air atau muatan yang sulit mengalir, v-bucket digunakan untuk mengangkut muatan yang berat dan besar yang tidak mungkin dilakukan oleh deep bucket maupun shallow bucket.

Confeyor Screw

Confeyor Screw adalah alat pemindah bahan yang menggunakan tenaga dorong dari sebuah atat yang berbentuk menyerupai mata bor yang bergerak memutar di dalam rongga berbentuk U (U-shaped).
Di dalam Confeyor Screw ada beberapa macam Screw yg dapat dipilih sesuai dengan apa yang kita inginkan contohnya saja :
1.      trough screw atau continous screw untuk memindahkan butiran kering atau material bubuk.
2.      Ribbon screw atau yang dapat digunakan untuk mengangkut bahan material yang lengket.
3.      Paddle screw dan cut-flight confeyor dapat digunakan untuk mencampur atau mengaduk dua jenis macam baha baik itu curah maupun padat.

Confeyor Screw terdiri dari :
1.      poros yg terpasang screw yang berputar
2.      feeding hopeer (penampung)
3.      U-shaped (lintasan)
4.      Feed hopper (cawan pengisi)
5.       
Confeyor Pneumatik

Confeyor Pneumatik atau juga disebut Confeyor Udara berfungsi sebagai pemindah muatan curah di dalam suatu aliran udara yang bergerak melalui pipa. Prinsip operasi dari confeyor ini adalah mengacu pada pemindahan secara pneumatik yang dijalankan oleh udara yang bergerak dengan sangat cepat.
Confeyor Pneumatik biasanya digunkan di industri makanan dan minuman dan obat-obatan, confeyor ini biasanya hanya dapat memindahkan jenis material kering seperti bubuk dsb.
Dari berbagai macam alat tentu saja mempunyai kelebihan dan kekurangan tak terkecuali confeyor pneumatik, berikut kelebihan dan kekurangan confeyor pneumatik :
Kelebihan :
1.      Material yang dipindahkan berada di dalam pipa yang sangat rapat yang dapat menjaga kualitas dan kebersihan bahan yang dipindahkan
2.      Confeyor ini dapat memindahkan material debu
3.      Lebih menghemat ruang
4.      Dari confeyor ini hanya sedikit part yang bergerak
5.      Kemudahan dalam pemindahan otomatis
Kekurangan :
1.      Confeyor ini memerlukan daya listrik yang besar
2.      Part yang sangat sensitif dan mudah sobek apabila memindahkan bahan aabrasif
3.      Tidak bisa untuk memindahkan bahan yang mudah mengembun karena akan menempel pada pipa tersebut

ISTIKHARAH

www.gunadarma.ac.id


Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (shalat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’alah: 
Allahumma inniy astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal ‘azhim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa ‘Abdullah’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allahumma in kunta ta’lamu anna haadzal amru khairul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” atau; ‘Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy wa yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amru syarrul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” aw qaola; fiy ‘aajili amriy wa aajilihi fashrifhu ‘anniy washrifniy ‘anhu waqdurliyl khaira haitsu kaana tsummar dhiniy.”
(Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”. (HR. Al-Bukhari no. 1162)
Cara menyebutkan urusannya misalnya: Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa safar ini atau pernikahan ini atau usaha ini atau mobil ini baik bagiku …, dan seterusnya.
Penjelasan ringkas:

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka sangat membutuhkan bantuan dari Allah Ta’ala dalam semua urusan mereka. Hal itu karena dia tidak mengetahui hal yang ghaib sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan kebaikan dan mana yang akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya. Karenanya, terkadang seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan dia tidak mengetahui akibat yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari perkiraannya.
Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mensyariatkan adanya istikharah, yaitu permintaan kepada Allah agar Dia berkenan memberikan hidayah kepadanya menuju kepada kebaikan. Yang mana doa istikharah ini dipanjatkan kepada Allah setelah dia mengerjakan shalat sunnah dua rakaat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ.  وَهُوَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.” (QS. Al-Qashash: 68-70)
Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthuby rahimahullah berkata, “Sebagian ulama mengatakan: Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk mengerjakan suatu urusan dari urusan-urusan dunia kecuali setelah dia meminta pilihan kepada Allah dalam urusan tersebut. Yaitu dengan dia shalat dua rakaat shalat istikharah.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an: 13/202)
Shalat istikharah termasuk dari shalat-shalat sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Al-Hafizh Al-Iraqi berkata -sebagaimana dalam Fath Al-Bari (11/221-222), “Saya tidak mengetahui ada ulama yang berpendapat wajibnya shalat istikharah.”
Faidah:
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (11/220), “Ibnu Abi Hamzah berkata: Amalan yang wajib dan yang sunnah tidak perlu melakukan istikharah dalam melakukannya, sebagaimana yang haram dan makruh tidak perlu melakukan istikharah dalam meninggalkannya.
Maka urusan yang butuh istikharah hanya terbatas pada perkara yang mubah dan dalam urusan yang sunnah jika di depannya ada dua amalan sunnah yang hanya bisa dikerjakan salah satunya, mana yang dia kerjakan lebih dahulu dan yang dia mencukupkan diri dengannya.” Maka janganlah sekali-kali kamu meremehkan suatu urusan, akan tetapi hendaknya kamu beristikharah kepada Allah dalam urusan yang kecil dan yang besar, yang mulia atau yang rendah, dan pada semua amalan yang disyariatkan istikharah padanya. Karena terkadang ada amalan yang dianggap remeh akan tetapi lahir darinya perkara yang mulia.”
Berikut beberapa permasalahan yang sering ditanyakan berkenaan dengan istikharah:
1.    Apakah boleh istikharah dengan doa selain doa di atas atau dengan bahasa Indonesia?
Jawab: Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata dalam hadits di atas, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yang kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an.”
Ucapan ini menunjukkan bahwa dalam istikharah seseorang hanya boleh membaca doa di atas sesuai dengan konteks aslinya, tidak boleh ada penambahan dan tidak boleh juga ada pengurangan. Hal itu karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menyerupakan pengajaran istikharah seperti pengajaran surah Al-Qur`an. Maka sebagaimana suatu ayat dalam Al-Qur`an tidak boleh ditambah atau dikurangi atau dirubah maka demikian halnya dengan doa istikharah. Karenanya tidak boleh berdoa dengan membaca terjemahannya semata, tapi dia harus membacanya sebagaimana Nabi mengajarkannya.
Barangsiapa yang berdoa dengan terjemahannya maka dia tidak teranggap melakukan istikharah, akan tetapi dia hanya dianggap sedang berdoa kepada Allah. Hal ini telah diisyaratkan oleh Muhammad bin Abdillah bin Al-Haaj Al-Maliki rahimahullah dalam Al-Madkhal (4/37-38)
2.    Apakah boleh langsung berdoa dengan doa di atas tanpa melakukan shalat sebelumnya?
Jawab: Wallahu a’lam, yang nampak bahwa 2 rakaat dengan doa ini merupakan satu kesatuan dalam istikharah. Karenanya barangsiapa yang hanya berdoa tanpa mengerjakan shalat maka dia tidak dianggap mengerjakan istikharah yang tersebut dalam hadits ini. Walaupun dia tetap dianggap sebagai orang yang berdoa kepada Allah.
Akan tetapi jika dia ada uzur dalam mengerjakan shalat -misalnya wanita yang tengah haid atau nifas-, maka dia boleh langsung berdoa dan itu sudah dianggap sebagai istikharah karenanya adanya uzur untuk tidak mengerjakan shalat. Ini merupakan mazhab Al-Hanafiah, Al-Malikiah, dan Asy-Syafi’iyah.
Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar hal. 112, “Jika dia tidak bisa mengerjakan shalat karena ada uzur, maka hendaknya dia cukup beristikharah dengan doa.”
3.    Apakah dua rakaat ini merupakan shalat khusus, ataukah berlaku untuk semua shalat sunnah dua rakaat?
Jawab: Lahiriah hadits menunjukkan ini merupakan shalat dua rakaat khusus dengan niat untuk istikharah. Hanya saja jika seseorang shalat sunnah rawatib dengan niat rawatib sekaligus niat istikharah (menggabungkan niat), maka itu sudah cukup baginya dan dia sudah boleh langsung berdoa setelahnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Jika dia meniatkan shalat itu dengan niatnya dan dengan niat shalat istikharah secara bersamaan (menggabungkan niatnya, pent.) maka shalatnya itu sudah syah dianggap sebagai istikharah, berbeda halnya jika dia tidak meniatkannya (sebagai shalat istikharah).” (Fath Al-Bari: 11/221)
Sekedar menguatkan isi hadits, bahwa dua rakaat yang dimaksud haruslah merupakan shalat sunnah. Karenanya shalat subuh tidak bisa diniatkan sebagai shalat istikharah karena dia merupakan shalat wajib.
4.    Adakah surah khusus yang disunnahkan untuk dibaca dalam shalat istikharah?
Jawab: Al-Hafizh Al-Iraqi rahimahullah berkata, “Saya tidak menemukan sedikitpun dalam jalan-jalan hadits istikharah adanya penentuan surah tertentu yang dibaca di dalamnya.” (Umdah Al-Qari`: 7/235)
Inilah pendapat yang benar karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan adanya surah tertentu yang lebih utama dibaca dalam shalat istikharah. Sementara tidak boleh menentukan lebih utamanya suatu surah dibandingkan yang lainnya dari sisi bacaan kecuali dengan dalil yang shahih.
5.    Bagi yang tidak menghafal doanya, apakah dia bisa membacanya dari sebuah buku?
Jawab: Yang jelas, yang pertama kita katakan: Hendaknya dia berusaha semaksimal mungkin untuk menghafalnya.
Jika dia tidak sanggup, maka Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya. Dalam keadaan seperti ini dia diperbolehkan membaca doa ini dengan melihat kepada kitab atau catatannya. Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab ketika diajukan pertanyaan yang senada dengan di atas, “Jika engkau menghafal doa istikharah atau engkau membacanya dari kitab, maka tidak ada masalah. Hanya saja kamu wajib bersungguh-sungguh dalam berkonsentrasi dan khusyu’ kepada Allah serta jujur dalam berdoa.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah: 8/161)
6.    Bolehkah shalat istikharah pada waktu yang terlarang shalat?
Jawab: Jika shalat istikharahnya masih bisa ditunda hingga keluar dari waktu yang terlarang maka inilah yang lebih utama dia kerjakan. Akan tetapi shalat istikharah ini jika tidak bisa diundur atau dia butuhkan saat itu juga, maka dia boleh mengerjakannya saat itu juga walaupun pada waktu yang terlarang. Karena jika shalat istikharah itu dibutuhkan secepatnya, maka jadilah dia shalat sunnah yang disyariatkan karena adanya sebab, sementara sudah dimaklumi bahwa waktu-waktu terlarang shalat ini tidak berlaku pada shalat-shalat sunnah yang mempunyai sebab, seperti tahiyatul masjid, shalat sunnah wudhu, dan semacamnya.
Bolehnya shalat sunnah yang mempunyai sebab dikerjakan pada waktu-waktu terlarang merupakan mazhab Imam Asy-Syafi’i dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah. (Lihat Majmu’ Al-Fatawa: 23/210-215)
7.    Apa yang dia lakukan setelah istikharah?
Jawab: Sebelumnya butuh diingatkan bahwa sebelum melakukan istikharah hendaknya dia mengosongkan hatinya dari kecondongan kepada salah satu urusan dari dua urusan yang dia akan mintai pilihan (tidak berpihak kepada satu pilihan). Akan tetapi hendaknya dia melepaskan diri dari semua pilihan tersebut dan betul-betul pasrah menyerahkan nasibnya dan pilihannya kepada Allah Ta’ala.
Imam Al-Qurthuby berkata, “Para ulama menyatakan: Hendaknya dia mengosongkan hatinya dari semua pikiran (berkenaan dengan urusan yang akan dia hadapi) agar hatinya tidak condong kepada salah satu urusan (sebelum dia istikharah).” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an: 13/206)
Kemudian, setelah dia melakukan istikharah, maka hendaknya dia memilih untuk mengerjakan apa yang hendak dia lakukan dari urusan yang tadinya dia minta pilihan padanya. Jika urusan itu merupakan kebaikan maka insya Allah Allah akan memudahkannya dan jika itu merupakan kejelekan maka insya Allah Allah akan memalingkannya dari urusan tersebut.
Muhammad bin Ali Az-Zamlakani rahimahullah berkata,
“Jika seseorang sudah shalat istikharah dua rakaat untuk suatu urusan, maka setelah itu hendaknya dia mengerjakan urusan yang dia ingin kerjakan, baik hatinya lapang/tenang dalam mengerjakan urusan itu ataukah tidak, karena pada urusan tersebut terdapat kebaikan walaupun mungkin hatinya tidak tenang dalam mengerjakannya.” Dan beliau juga berkata, “Karena dalam hadits (Jabir) tersebut tidak disebutkan adanya kelapangan/ketenangan jiwa.” (Thabaqat Asy-Syafi’iah Al-Kubra: 9/206) Maksudnya: Dalam hadits Jabir di atas tidak disebutkan bahwa hendaknya dia mengerjakan apa yang hatinya tenang dalam mengerjakannya, wallahu a’lam.
Karenanya, termasuk khurafat adalah apa yang diyakini oleh sebagian orang bahwa: Siapa yang sudah melakukan istikharah maka dia tidak melakukan apa-apa hingga mendapatkan mimpi yang baik atau mimpi yang akan mengarahkannya dan seterusnya. Ini sungguh merupakan perbuatan orang yang jahil tatkala dia menyandarkan urusannya pada sebuah mimpi, wallahul musta’an.
8.    Jika hatinya masih ragu-ragu atau hatinya belum mantap dalam mengerjakan urusan yang tadinya dia sudah beristikharah untuknya. Apakah dia boleh mengulangi shalat istikharahnya?
Jawab: Boleh berdasarkan beberapa dalil di antaranya:
1.    Istikharah merupakan doa, dan di antara kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam berdoa adalah mengulanginya sebanyak tiga kali.
Hadits ini kami bawakan bukan untuk menunjukkan shalat istikharah diulang sebanyak tiga kali, akan tetapi hanya untuk menunjukkan bolehnya mengulangi doa.
2.    Shalat istikharah adalah shalat yang disyariatkan karena adanya sebab. Karenanya, selama sebab itu masih ada dan belum hilang maka tetap disyariatkan mengerjakan shalat ini.
Inilah yang dipilih oleh sejumlah ulama di antanya: Imam Badruddin Al-Aini dalam Umdah Al-Qari` (7/235), Ali Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (3/406), dan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (3/89).
9.    Haruskah shalat istikharah dikerjakan di malam hari?
Jawab: Dalam hadits di atas tidak ada keterangan waktu pengerjaannya. Karena shalat ini bisa dikerjakan kapan saja baik siang maupun malam hari. Barangsiapa yang meyakini shalat ini hanya bisa dikerjakan di malam hari maka keyakinannya ini keliru. Walaupun tentunya jika dia mengerjakannya pada waktu-waktu dimana doa mustajabah -seperti antara azan dan iqamah, sepertiga malam terakhir, dan seterusnya-, maka itu lebih utama.

TAHAJJUD

WWW.GUNADARMA.AC.ID


Indahnya Qiyamul Lail, Sholat Tahajjud di Malam Hari
Qiyamul lail atau yang biasa disebut juga Sholat Tahajjud atau Sholat Malam adalah salah satu ibadah yang agung dan mulia , yang disyari’atkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai ibadah nafilah atau ibadah sunnah. Akan tetapi bila seorang hamba mengamalkannya dengan penuh kesungguhan, maka ia memiliki banyak keutamaan. Berat memang, karena memang tidak setiap muslim sanggup melakukannya.
Andaikan Anda tahu keutamaan dan keindahannya, tentu Anda akan berlomba-lomba untuk menggapainya. Benarkah ?
Ya, banyak nash dalam Alquran dan Assunnah yang menerangkan keutamaan ibadah ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama:
Barangsiapa menunaikannya, berarti ia telah mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan pada sebagian malam hari, sholat tahajjudlah kamu sebagai ibadah nafilah bagimu, mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Al-Isro’:79)
Dr. Muhammad Sulaiman Abdullah Al-Asyqor menerangkan: At-Tahajjud adalah sholat di waktu malam sesudah bangun tidur. Adapun makna ayat “sebagai ibadah nafilah” yakni sebagai tambahan bagi ibadah-ibadah yang fardhu. Disebutkan bahwa sholat lail itu merupakan ibadah yang wajib bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sebagai ibadah tathowwu’ (sunnah) bagi umat beliau.” ( lihat Zubdatut Tafsir, hal. 375 dan Tafsir Ibnu Katsir: 3/54-55)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Sholat yang paling utama sesudah sholat fardhu adalah qiyamul lail (sholat di tengah malam).” (Muttafaqun ‘alaih)
Kedua : Qiyamul lail itu adalah kebiasaan orang-orang shalih dan calon penghuni surga. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat kebaikan, (yakni) mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat: 15-18).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah (yakni Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, -ed) seandainya ia sholat di waktu malam.” (HR Muslim No. 2478 dan 2479). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihati Abdullah ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma: “Wahai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperti fulan, ia kerjakan sholat malam, lalu ia meninggalkannya.” (HR Bukhari 3/31 dan Muslim 2/185).
Ketiga : Siapa yang menunaikan qiyamul lail itu, dia akan terpelihara dari gangguan setan, dan ia akan bangun di pagi hari dalam keadan segar dan bersih jiwanya. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan qiyamul lail, ia akan bangun di pagi hari dalam keadan jiwanya dililit kekalutan (kejelekan) dan malas untuk beramal sholeh.
Suatu hari pernah diceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang tidur semalam suntuk tanpa mengingat untuk sholat, maka beliau menyatakan: “Orang tersebut telah dikencingi setan di kedua telinganya.” (Muttafaqun ‘alaih).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menceritakan: “Setan mengikat pada tengkuk setiap orang diantara kalian dengan tiga ikatan (simpul) ketika kalian akan tidur. Setiap simpulnya ditiupkanlah bisikannya (kepada orang yang tidur itu): “Bagimu malam yang panjang, tidurlah dengan nyenyak.” Maka apabila (ternyata) ia bangun dan menyebut nama Allah Ta’ala (berdoa), maka terurailah (terlepas) satu simpul. Kemudian apabila ia berwudhu, terurailah satu simpul lagi. Dan kemudian apabila ia sholat, terurailah simpul yang terakhir. Maka ia berpagi hari dalam keadaan segar dan bersih jiwanya. Jika tidak (yakni tidak bangun sholat dan ibadah di malam hari), maka ia berpagi hari dalam keadaan kotor jiwanya dan malas (beramal shalih).” (Muttafaqun ‘alaih)
Keempat : Ketahuilah, di malam hari itu ada satu waktu dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabulkan doa orang yang berdoa, Allah akan memberi sesuatu bagi orang yang meminta kepada-Nya, dan Allah akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya bila ia memohon ampunan kepada-Nya.
Hal itu sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah dalam sabda beliau: “Di waktu malam terdapat satu saat dimana Allah akan mengabulkan doa setiap malam.” (HR Muslim No. 757). Dalam riwayat lain juga disebutkan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Rabb kalian turun setiap malam ke langit dunia tatkala lewat tengah malam, lalu Ia berfirman: “Adakah orang yang berdoa agar Aku mengabulkan doanya?” (HR Bukhari 3/25-26). Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya, siapa yang memohon (sesuatu) kepada-Ku, niscaya Aku pun akan memberinya, dan siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya.” Hal ini terus terjadi sampai terbitnya fajar. (Tafsir Ibnu Katsir 3/54)
Kesungguhan Salafus Shalih untuk menegakkan Qiyamul lail
Disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa tatkala orang-orang sudah terlelap dalam tidurnya, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu justru mulai bangun untuk shalat tahajjud, sehingga terdengar seperti suara dengungan lebah (yakni Al-Qur’an yang beliau baca dalam sholat lailnya seperti dengungan lebah, karena beliau membaca dengan suara pelan tetapi bisa terdengar oleh orang yang ada disekitarnya, ed.), sampai menjelang fajar menyingsing.
Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah ditanya: “Mengapa orang-orang yang suka bertahajjud itu wajahnya paling bercahaya dibanding yang lainnya?” Beliau menjawab: “Karena mereka suka berduaan bersama Allah Yang Maha Rahman, maka Allah menyelimuti mereka dengan cahaya-Nya.”
Abu Sulaiman berkata: Malam hari bagi orang yang setia beribadah di dalamnya, itu lebih nikmat daripada permainan mereka yang suka hidup bersantai-santai. Seandainya tanpa adanya malam, sungguh aku tidak suka tinggal di dunia ini.”
Al-Imam Ibnu Al-Munkadir menyatakan : “Bagiku, kelezatan dunia ini hanya ada pada tiga perkara, yakni qiyamul lail, bersilaturrahmi dan sholat berjamaah.
Al-Imam Hasan Al-Bashri juga pernah menegaskan: “Sesungguhnya orang yang telah melakukan dosa, akan terhalang dari qiyamul lail.” Ada seseorang yang bertanya: “Aku tidak dapat bangun untuk untuk qiyamul lail, maka beritahukanlah kepadaku apa yang harus kulakukan?” Beliau menjawab : “Jangan engkau bermaksiat (berbuat dosa) kepada-Nya di waktu siang, niscaya Dia akan membangunkanmu di waktu malam.”(Tazkiyyatun Nufus, karya Dr Ahmad Farid)
Pembaca yang budiman, inilah beberapa keutamaan dan keindahan qiyamul lail. Sungguh, akan merasakan keindahannya bagi orang yang memang hatinya telah diberi taufik oleh Allah Ta’ala, dan tidak akan merasakan keindahannya bagi siapa pun yang dijauhkan dari taufik-Nya. Mudah-mudahan, kita semua termasuk diantara hamba-hamba-Nya yang diberi keutamaan menunaikan qiyamul lail secara istiqamah. Wallahu waliyyut taufiq.
Kaifiat/Cara pelaksanaannya
Pertanyaan: Assalaamu’alaikum, ana (saya) ‘Abdullah ingin bertanya tentang bagaimana cara shalat tahajjud yang sesuai dengan sunnah dan kapan ana bisa mendapati malam lailatul qodar? Bagaimana tentang imsak, apakah ada atau tidak? Kapan batasannya sahur? Jazaakumullaahu khairan. (08156177***)
Jawaban: Wa’alaikumus salaam warahmatullaah.
Shalat tahajjud (kalau di bulan Ramadhan lebih dikenal dengan istilah tarawih) yang sesuai dengan sunnah adalah sebelas raka’at sebagaimana diterangkan dalam hadits ‘A`isyah:
مَا كَانَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Nabi tidak pernah shalat malam baik di bulan Ramadhan atau selainnya lebih dari sebelas raka’at.” (HR. Al-Bukhariy no.1147 dan Muslim no.738)
Sebelas raka’at di sini termasuk di dalamnya shalat witir tiga raka’at yang bisa dilakukan dengan dua cara:
shalat dua raka’at dan salam kemudian shalat satu raka’at atau cara yang kedua,
shalat tiga raka’at sekaligus dengan satu tahiyyat di raka’at ketiga kemudian salam.
Tapi cara pertama itulah yang lebih utama.
Dan dikerjakan dua-dua artinya setiap dua raka’at diakhiri salam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Umar, dia berkata: Seorang laki-laki berdiri lalu berkata: Ya Rasulullah, bagaimana (caranya) shalat malam? Rasulullah bersabda:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, jika kamu takut masuk waktu shubuh maka witirlah satu raka’at.” (HR. Muslim no.749)
Sehingga shalat malam itu paling sedikit satu raka’at (yaitu shalat witirnya saja) dan paling banyaknya 11 raka’at. Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Nabi shalat 13 raka’at maka 2 raka’atnya itu adalah shalat ba’da ‘isya atau qabliyyah shubuh.
Dan paling utama dilakukan pada sepertiga malam akhir. (Lihat HR. Al-Bukhariy no.1131, 4569 dan Muslim no.1159)
Lebih detailnya bisa dilihat di dalam kitab Qiyaamu Ramadhaan atau Shalaatut Taraawiih karya Asy-Syaikh Al-Albaniy.
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا.
فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (lail) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat. Beliau memulai dengan mengerjakan 4 rakaat, kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau. Setelah itu beliau kembali mengerjakan 4 rakaat, kamu tidak usah menanyakan bagaimana baik dan panjangnya shalat beliau. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.”
Aisyah berkata: Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum witir?” Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku memang tidur namun hatiku tidak.”
(HR. Al-Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Sesungguhnya puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud, sedangkan shalat yang paling disukai Allah adalah juga shalat Daud alaihissalam. Beliau tidur hingga pertengahan malam, kemudian bangun (untuk shalat lail) selama sepertiga malam, lalu kembali tidur pada seperenamnya (sisa malam). Dan beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Al-Bukhari no. 1131)
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat malam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu shubuh, hendaklah dia shalat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.” (HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749)
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ لِيُصَلِّيَ افْتَتَحَ صَلَاتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun di malam hari untuk menunaikan shalat malam, biasanya beliau memulai shalatnya dengan dua rakaat ringan.” (HR. Muslim no. 767)
Waktu shalat lail

Awal waktu shalat lail adalah setelah shalat isya dan akhir waktunya adalah setelah terbit fajar kedua. Ini berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha dia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengerjakan shalat sebelas rakaat pada waktu antara selesai shalat isya sampai subuh. (HR. Muslim no. 736) Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas. Karenanya Ibnu Nashr berkata dalam Mukhtashar Qiyam Al-Lail hal. 119, “Yang disepakati oleh para ulama adalah: Antara shalat isya hingga terbitnya fajar (shadiq/kedua) adalah waktu untuk mengerjakan witir.”
Karenanya jika ada orang yang shalat maghrib-isya dengan jama’ taqdim, maka dia sudah boleh mengerjakan shalat lail walaupun waktu isya belum masuk. Sebaliknya, walaupun sudah jam 10 malam tapi jika dia belum shalat isya, maka dia belum diperbolehkan shalat lail.

Hanya saja waktu yang paling ideal adalah dikerjakan selepas pertengahan malam, sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Amr di atas.
Jumlah rakaatnya

Shalat lail minimal 2 rakaat dan paling banyak tidak terbatas. Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas. Hanya saja, walaupun dibolehkan mengerjakan shalat lail tanpa ada batasan rakaat (selama itu genap), akan tetapi sunnahnya dia hanya mengerjakan 8 rakaat (plus witir 3 rakaat) berdasarkan hadits Aisyah yang pertama di atas. Disunnahkan juga untuk mengerjakan 2 rakaat ringan sebelum shalat lail -berdasarkan hadits Aisyah yang terakhir di atas-, sehingga total rakaatnya adalah 13 rakaat.
Beberapa Cara/Kaifiyat melakukan  Shalat Tahajud & Witir
1. Sholat 13 raka’at dibuka dengan 2 raka’at ringan. Hal ini berdasarkan hadits hadits Zaid bin Kholid Al-Juhany radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim, beliau berkata :
“Sungguh saya akan memperhatikan sholat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam di malam hari maka beliau sholat dua raka’at ringan kemudian beliau sholat dua raka’at panjang, panjang, panjang sekali kemudian beliau sholat dua raka’at lebih pendek dari dua raka’at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka’at dan keduanya lebih pendek dari dua raka’at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka’at dan keduanya lebih pendek dari dua raka’at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka’at dan keduanya lebih pendek dari dua raka’at sebelumnya kemudian beliau berwitir maka itu (jumlahnya) tiga belas raka’at”.
Dan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Muslim, beliau berkata : “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam apabila beliau berdiri di malam hari untuk sholat maka beliau membuka sholatnya dengan dua raka’at yang ringan”
2. Sholat 13 raka’at, 8 raka’at diantaranya dilakukan dengan salam pada setiap 2 raka’at kemudian witir 5 raka’at dengan satu kali tasyahhud dan satu kali salam.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha Riwayat Muslim :
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sholat di malam hari 13 raka’at, beliau witir darinya dengan 5 (raka’at) tidaklah beliau duduk pada sesuatupun kecuali hanya pada akhirnya”
3. Sholat 11 raka’at dengan salam pada setiap 2 raka’at dan witir dengan 1 raka’at. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Muslim, beliau berkata :
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sholat antara selesainya dari sholat isya` sampai sholat fajr (sholat subuh) sebelas raka’at, Beliau salam setiap dua raka’at dan witir dengan satu raka’at”.
4. Sholat 11 raka’at, tidak duduk kecuali pada raka’at kedelapan kemudian tasyahhud tanpa salam lalu berdiri untuk raka’at kesembilan kemudian salam, lalu sholat dua raka’at lagi dalam keadaan duduk.
Hal tersebut diterangkan dalam hadits Sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir riwayat Muslim, beliau bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang bagaimana sholat witir Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, maka beliau menjelaskan :
“… Maka beliau bersiwak, berwudhu’ dan sholat 9 raka’at beliau tidak duduk kecuali pada yang kedelapan kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya lalu berdiri dan tidak salam. Kemudian beliau berdiri untuk kesembilan lalu duduk kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya lalu beliau salam sengan (suara) salam yang beliau perdengarkan kepada kami kemudian beliau sholat dua raka’at setelah salam dalam keadaan duduk, maka itu 11 raka’at wahai anakku. Ketika Nabi Allah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah berumur dan beliau bertambah daging (Baca  bertambah berat) maka beliau witir dengan 7 (raka’at) dan berbuat pada yang dua raka’at seperti perbuatan beliau yang pertama, maka itu adalah sembilam (raka’at) wahai anakku”
5. Sholat 9 raka’at, tidak duduk kecuali pada raka’at keenam kemudian tasyahhud tanpa salam lalu berdiri untuk raka’at ketujuh kemudian salam, lalu sholat dua raka’at lagi dalam keadaan duduk.
Hal ini di terangkan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas.
Berkata Syaikh Al-Albany : “Ini adalah beberapa kaifiyat yang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melakukannya pada sholat lail dan witir. Dan mungkin untuk ditambah dengan
bentuk-bentuk yang lain, yaitu dengan mengurangi pada setiap bentuk yang tersebut jumlah raka’at yang ia kehendaki dan bahkan boleh baginya untuk membatasi dengan satu raka’at saja.”
Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla menyebutkan beberapa bentuk lain :
6. Sholat 13 raka’at, yaitu salam pada setiap dua raka’at dan witir satu raka’at.
7. Sholat 8 raka’at dengan salam pada setiap 2 raka’at kemudian ditambah witir 1 raka’at.
8. Sholat 6 raka’at dengan salam pada setiap 2 raka’at kemudian witir 1 raka’at.
9. Sholat 7 raka’at, tidak tasyahhud kecuali pada yang keenam kemudian berdiri sebelum salam
untuk raka’at ketujuh lalu duduk tasyahhud dan salam.
10. Sholat 7 raka’at dan tidak duduk untuk tasyahhud kecuali di akhirnya.
11. Sholat 5 raka’at dan tidak duduk untuk tasyahhud kecuali di akhirnya.
12. Sholat 3 raka’at, duduk tasyahhud pada raka’at kedua dan salam lalu witir 1 raka’at.
13. Sholat 3 raka’at tidak duduk tasyahhud dan salam kecuali pada raka’at terakhir2.
14. Sholat witir satu raka’at.

Demikian beberapa kaifiyat yang disebutkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Sholatut Tarawih hal. 86-94 (Cet. Kedua) dan Qiyamu Ramadhan hal. 27-30 dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 3/42-48. Dan Syaikh Al-Albany juga menyebutkan kaifiyat lain yaitu sholat 11 raka’at ; 4 raka’at sekaligus dengan sekali salam kemudian 4 raka’at dengan sekali salam lalu 3 raka’at.
Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidaklah menambah pada (bulan) Ramadhan dan tidak pula pada selain Ramadhan lebih dari sebelas raka’at. Beliau sholat empat (raka’at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya, kemudian beliau sholat empat (raka’at)n jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya kemudian beliau sholat tiga (raka’at)”.
Namun ada perbedaan pendapat di kalangan para Ulama tentang kaifiyat ini.
Pendapat Abu Hanifah, Ats-Tsaury dan Al-Hasan bin Hayy boleh melakukan Qiyamul Lail 2 raka’at sekaligus, boleh 4 raka’at sekaligus, boleh enam raka’at sekaligus dan boleh 8 raka’at sekaligus, tidak salam kecuali di akhirnya. Kelihatannya pendapat ini yang dipegang oleh Syaikh Al-Albany sehingga beliau menetapkan kaifiyat sholat 11 raka’at ; 4 raka’at sekaligus dengan sekali salam kemudian 4 raka’at dengan sekali salam lalu 3 raka’at dengan sekali salam.
Dan disisi lain, jumhur Ulama seperti Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Ishaq, Sufyan Ats-Tsaury, Ibnul Mubarak, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan Ibnul Mundzir serta yang lainnya menghikayatkan pendapat ini dari Ibnu ‘Umar, ‘Ammar radhiyallahu ‘anhuma, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Asy-Sya’by, An-Nakha’iy, Sa’id bin Jubair, Hammad dan Al-Auza’iy. Dan Ibnu ‘Abdil Barr berkata : “Ini adalah pendapat (Ulama) Hijaz dan sebahagian (Ulama) ‘Iraq.”, semuanya berpendapat bahwa sholat malam itu adalah dua raka’at-dua raka’at yaitu harus salam pada setiap dua raka’at. Ini pula pendapat yang dkuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz beserta para Syaikh anggota Al-Lajnah Ad-Da`imah, dan juga pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan lain-lainnya
sehingga mereka semua menyalahkan orang yang memahami hadits ‘Aisyah di atas dengan kaifiyat sholat 11 raka’at ; 4 raka’at sekaligus dengan sekali salam kemudian 4 raka’at dengan sekali salam lalu 3 raka’at, dan menurut mereka pemahaman yang benar adalah bahwa 4 raka’at dalam hadits itu adalah dikerjakan 2 raka’at 2 raka’at .
Tarjih
Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat Jumhur Ulama berdasarkan hadits hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Sholat malam dua (raka’at) dua (raka’at)”
Hadits ini adalah berita namun bermakna perintah yaitu perintah untuk melakukan sholat malam dua dua raka’at. Demikian keterangan Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa beliau 11/323-324.
Baca pembahasan tentang masalah di atas dalam : Al-Istidzkar 2/95-98, 104-106, Fathul Bari 4/191-198, Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah 7/199-200 dan Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/18-20.
Dan juga para Ulama berselisih pendapat tentang dua raka’at setelah witir pada kaifiyat no. 4 dan 5, ada tiga pendapat di kalangan ulama :
1. Sunnah dua raka’at setelah witir. Ini pendapat Katsir bin Dhomrah dan Khalid bin Ma’dan. Dan Al-Hasan dan Abu Mijlaz melakukannya, sedangkan Ibnu Rajab menukil hal tersebut dari sebahagian orang-orang Hanbaliyah.
2. Ada rukhshoh (keringanan) dalam hal tersebut dan bukan makruh. Ini adalah pendapat Al- Auza’iy, Ahmad dan Ibnul Mundzir.
3. Hal tersebut Makruh. Ini pendapat Qais bin ‘Ubadah, Malik dan Asy-Syafi’iy.
Tarjih
Tentunya dalil-dalil yang menjelaskan tentang kaifiyat itu adalah hujjah yang harus diterima tentang disyari’atkannya sholat dua raka’at setelah witir. Berkata Ibnu Taimiyah : “Dan kebanyakan Ahli Fiqh tidak mendengar tentang hadits ini (yaitu hadits tentang adanya dua raka’at setelah witir di atas,-pent.), kerena itu mereka mengingkarinya. Dan Ahmad dan selainnya mendengar (hadits) ini dan mengetahui keshohihannya dan Ahmad memberi keringanan untuk melakukan dua raka’at ini dan ia dalam keadaan duduk sebagaimana yang dikerjakan oleh (Nabi) shollallahu ‘alaihi wa sallam. Maka siapa yang melakukan hal tersebut tidaklah diingkari, akan tetapi bukanlah wajib menurut kesepakatan (para Ulama) dan tidak dicela orang yang meniggalkannya….”
Baca : Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 23/92-94, Fathul Bari Ibnu Rajab 6/260-264 dan Al- Mughny 2/281.
1 Yaitu disaksikan oleh malaikat rahmat. Demikian keterangan Imam An-Nawawy dalam Syarah Muslim 6/34.
2 Tambahan dari penulis dan tidak tertera dalam Al-Muhalla.
3 Artinya : Maha suci Yang Maha berkuasa lagi Yang Maha suci.
Bacaan Dalam Sholat  Tahajud
Berkata Syaikh Al-Albany dalam Qiyamu Ramadhan hal. 23-25 : “Adapun bacaan dalam sholat lail pada Qiyam Ramadhan dan selainnya, maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak menetapkan suatu batasan tertentu yang tidak boleh dilampaui dengan bentuk tambahan maupun pengurangan. Kadang beliau membaca pada setiap raka’at sekadar “Ya Ayyuhal Muzzammil” dan ia (sejumlah) dua puluh ayat dan kadang sekadar lima puluh ayat. Dan beliau bersabda :
“Siapa yang sholat dalam semalam dengan seratus ayat maka tidaklah ia terhitung dalam orangorang yang lalai”
“… dengan dua ratus ayat maka sungguh ia terhitung dari orang-orang yang Qonit (Khusyu’, panjang sholatnya,-pent.) lagi Ikhlash”
Dan beliau shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam pada suatu malam dan beliau dalam keadaan sakit membaca tujuh (surah) yang panjang, yaitu surah Al-Baqarah, Ali ‘Imran, An-Nisa`, Al- Ma`idah, Al-An’am, Al-A’raf dan At-Taubah.
Dan dalam kisah sholat Hudzaifah bin Al-Yaman di belakang Nabi ‘Alaihish Sholatu was Salam bahwa beliau shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam membaca dalam satu raka’at Al-Baqarah kemudian An-Nisa’ kemudian Ali ‘Imran dan beliau membacanya lambat lagi pelan.
Dan telah tsabit (syah, tetap) dengan sanad yang paling shohih bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu tatkala memerintah Ubay bin Ka’ab sholat mengimami manusia dengan sebelas raka’at dalam Ramadhan, maka Ubay radhiyallahu ‘anhu membaca dua ratus ayat sampai orang-orang yang di belakangnya bersandar di atas tongkat karena lamanya berdiri dan tidaklah mereka bubar kecuali pada awal-awal fajar.
Dan juga telah shohih dari ‘Umar bahwa beliau memanggil para pembaca Al-Qur`an di bulan Ramadhan kemudian beliau memerintah orang yang paling cepat bacaannya untuk membaca 30 ayat, orang yang pertengahan (bacaannya) 25 ayat dan orang yang lambat 20 ayat.
Dibangun di atas hal tersebut, maka kalau seseorang sholat sendirian disilahkan memperpanjang sholatnya sesuai dengan kehendaknya, dan demikian pula bila ada yang sholat bersamanya dari kalangan orang yang sepakat dengannya (dalam memperpanjang,-pent.), dan semakin panjang maka itu lebih utama, akan tetapi jangan ia berlebihan dalam memperpanjang sampai menghidupkan seluruh malam kecuali kadang-kadang, dalam rangka mengikuti Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang bersabda :
“Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam)”
Dan apabila ia sholat sebagai imam maka hendaknya ia memperpanjang dengan sesuatu yang tidak memberatkan orang-orang di belakangnya, berdasarkan sabda beliau shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
“Apabila salah seorang dari kalian Qiyam mengimami manusia maka hendaknya ia memperingan sholatnya karena pada mereka ada anak kecil, orang besar, pada mereka orang lemah, orang sakit dan orang yang mempunyai keperluaan. Dan apabila ia Qiyam sendiri maka hendaknya ia memperpanjang sholatnya sesuai dengan kehendaknya”.”
Demikian keterangan Syaikh Al-Albany tentang bacaan pada Qiyamul lail, adapun dalam sholat witir, berikut ini beberapa hadits yang menjelaskannya, diantaranya adalah hadits Ubay bin Ka’ab riwayat Imam Ahmad dan lain-lainnya, beliau berkata :
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam membaca pada witir dengan “Sabbihisma Rabbikal A’la”, “Qul Ya Ayyuhal Kafirun” dan “Qul Huwallahu Ahad”. Apabila beliau salam, belaiu berkata : “Subhanal Malikil Quddus”3 tiga kali.” (Dishohihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’Ash-Shohih 2/160-161.)
Dan dalam hadits ‘Abdurrahman bin Abi Abza riwayat Ahmad dan lainnya, beliau berkata : “Sesungguhnya beliau membaca pada witir dengan “Sabbihisma Rabbikal A’la”, “Qul Ya Ayyuhal Kafirun” dan “Qul Huwallahu Ahad”. Apabila beliau salam, belaiu berkata : “Subhanal Malikil Quddus, Subhanal Malikil Quddus, Subhanal Malikil Quddus.” dan beliau mengangkat suaranya dengan itu .” (Dishohihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’Ash-Shohih 2/161.)
Berdasarkan dua hadits di atas, Ats-Tsaury, Ishaq dan Abu Hanifah menganggap sunnah membaca tiga surah di atas dalam sholat witir. Imam Malik dan Asy-Syafi’iy juga menganggap sunnah hal tersebut namun mereka dalam raka’at ketiga selain dari surah Al-Ikhlash juga menganggap sunnah menambahnya dengan surah Al-Falaq dan surah An-Nas. Namun hadits mengenai tambahan dua surah tersebut dianggap lemah oleh Imam Ahmad, Ibnu Ma’in dan Al- ‘Uqaily, karena itu seharusnya orang yang sholat witir tiga raka’at hanya terbatas dengan membaca surah Al-Ikhlash pada raka’at ketiga.
Syaikh Al-Albany dalam Sifat Sholat An-Nabi hal. 122 (Cet. Kedua Maktabah Al-Ma’arif) juga menshohihkan hadits bahwa membaca dalam raka’at witir dengan seratus ayat dari An-Nisa`.